PENGARUH TRANSISI DEMOGRAFI TERHADAP GIZI
MAKALAH
“Transisi Demografi dan Pengaruhnya Terhadap
Gizi”
OLEH
:
Lara Mustika
PO7 131 010 024
KEMENTERIAN
KESEHATAN RI
POLITEKNIK
KESEHATAN KEMENKES MATARAM
JURUSAN
GIZI
TAHUN
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah tentang “Transisi Demografi dan Pengaruhnya Terhadap Gizi” ini dengan lancar. Makalah ini disusun karena untuk memenuhi tugas yang diberikan dosen mata kuliah EPG (Ekonomi Pangan dan Gizi). Dan tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dan mendukung sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari bahwa makalah ini tidak sesempurna yang diharapkan
maka dari itu saya
membutuhkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Saya berharap dengan membaca makalah ini
dapat memberikan manfaat kepada para pembaca dan dapat menambah wawasan kita tentang transisi demografi dan pengaruhnya terhadap
gizi.
Mataram, 7 Mei 2012
Lara Mustika
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR………………………………………………….……......….. 2
DAFTAR
ISI ………………………………………………………….……….…............. 3
BAB
I I. PENDAHULUAN……………………………………….….……. ............4
I.1. Latar Belakang ..........……………………………….…….................... 4
I.2. Tujuan………………………………….…………................... …........5
BAB
II II. PEMBAHASAN …………………………….…….……...................... 6
II.A. PENGERTIAN DEMOGRAFI…………………................................6
II.B. PENGERTIAN TRANSISI DEMOGRAFI.......................................... 7
II.C.
PENGERTIAN PANGAN DAN GIZI……………………………...10
II.D.PENGARUH TRANSISI DEMOGRAFI TERHADAP GIZI.……...12
BAB III III. PENUTUP………………………………….………………..........…… 14
III.1.
Kesimpulan.............................................................................
… 14
III.2.
Penutup..................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………….…………….....… 16
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Sebuah fakta yang
mengejutkan, hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010 ternyata mencapai angka 237,6
juta jiwa. Tingkat pertumbuhannya pun yang menyentuh angka 1,49 persen per
tahun ternyata meleset dari
perkiraan sebelumnya. Angka
ini memang sebuah statistik, tetapi bukan sekedar statistik karena memiliki
makna penting dan implikasi yang serius. Makna penting dari angka ini
adalah 237,6 juta jiwa penduduk Indonesia jangan sampai menjadi beban tetapi
harus menjadi modal pembangunan. Penduduk Indonesia harus memperoleh pendidikan
agar cerdas, kreatif dan inovatif. Selain itumereka harus pula memperoleh
pangan dan asupan gizi yang cukup agar sehat, serta memperoleh pencerahan agama
dan budaya agar jujur dan amanah serta menjunjung nilai-nilai luhur budaya
bangsa. Statistik ini pun memiliki implikasi yang serius terhadap sumberdaya
alam dan lingkungan, mulai
dari soal penyediaan pangan, energi, alokasi lahan permukiman hingga
meningkatnya degradasi sumber daya alam dan lingkungan.
Angka 237,6 juta jiwa
penduduk Indonesia, bukanlah sekadar pertambahan jumlah penduduk yang cukup
dipandang sebelah mata. Angka
237,6 juta jiwa bisa berubah jadi bencana yang “mengerikan” apabila kita tak
pernah memikirkannya secara serius. Bila kita tak mampu menyediakan pangan yang
cukup, maka angka 237,6 juta jiwa akan melahirkan bencana kelaparan masal. Demikian
pula jika kita tak mampu
menyediakan energi yang cukup karena sumber energi yang makin menipis dan kita tak mampu mengembangkan sumber energi terbarukan maka ancaman kekurangan listrik, kekurangan
pupuk akibat tak adanya pasokan gas, hingga macetnya seluruh transportasi
publik (darat, laut dan udara) akibat mahalnya bahan bakar akan menghadang di depan mata. Bila
Negara tak mampu menyediakan infrastruktur kesehatan yang memadai untuk 237.6
juta jiwa rakyat Indonesia, maka ancaman berbagai penyakit medis akan siap menyerang rakyat. Juga,
bila pemerintah tidak mampu menyediakan infrastruktur pendidikan yang memadai maka kualitas sumberdaya manusia akan
rendah dan tidak dapat diharapkan untuk mampu membangun bangsa Indonesia.
Dari masalah diatas akan
diambil sebuah topik yang menarik untuk di bahas, yaitu pengaruh transisi
demografi terhadap gizi. Transisi demografi disini merupakan tahap-tahap
kependudukan yang berkaitan dengan fertilitas dan mortalitas serta pengaruhnya
terhadap gizi pada masyarakat dalam yang berkaitan dengan ketersediaan makanan
bergizi / pangan.
I.2. Tujuan
Makalah ini memiliki beberapa tujuan sebagai berikut :
·
Untuk mengetahui pengertian demografi
·
Untuk mengetahui pengertian transisi demografi
·
Untuk mengetahui pengertian pangan dan gizi
·
Untuk mengetahui pengaruh transisi demografi terhadap gizi
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
II.A. PENGERTIAN DEMOGRAFI
Demografi
berasal dari kata Yunani demos – penduduk dan Grafien – tulisan atau dapat
diartikan tulisan tentang kependudukan adalah studi ilmiah tentang jumlah,
persebaran dan komposisi kependudukan serta bagaimana ketiga faktor tersebut
berubah dari waktu ke waktu.
Demografi dibagi menjadi 2 bagian, yaitu demografi yang bersifat kuantitatif
dan yang bersifat kualitatif. Demografi yang bersifat kuantitatif
(kadang-kadang disebut Formal Demography – Demography Formal) lebih banyak
menggunakan hitungan-hitungan statistik dan matematik. Tetapi Demografi yang
bersifat kualitatif lebih banyak menerangkan aspek-aspek kependudukan secara
deskriptif analitik.
Dalam mempelajari demografi tiga
komponen terpenting yang perlu selalu kita perhatikan, cacah kelahiran
(fertilitas), kematian (mortalitas) dan migrasi. Sedangkan dua faktor penunjang
lainnya yang penting ialah mobilitas sosial dan tingkat perkawinan. Ketiga
komponen pokok dan dua faktor penunjang kemudian digunakan sebagai variabel
(perubah) yang dapat menerangkan hal ihwal tentang jumlah dan distribusi
penduduk pada tempat tertentu, tentang pertumbuhan masa lampau dan
persebarannya. Tentang hubungan antara perkembangan penduduk dengan berbagai
variabel (perubah) sosial, dan tentang prediksi pertumbuhan penduduak di masa
mendatang dan berbagai kemungkinan akibat-akibatnya.
Meskipun masalah kependudukan telah lama
diperbincangkan di kalangan masyarakat, namun baru di sekitar abad ke – 18
banyak diantaranya yang mulai menganalisis masalah kependudukan secara
sitematis. Meskipun banyak para ahli yang menulis tentang masalah kependudukan
di dunia, akan tetapi diantara tokoh-tokoh yang dianggap pakar ilmu
kependudukan klasik adalah Thomas Malthus dan Karl Marx, sedangkan untuk
generasi berikutnya yang paling menonjol adalah Warren Thompson dengan teori
demografi transisinya.
II.B. PENGERTIAN TRANSISI DEMOGRAFI
a. Pengertian Transisi Demografi
Transisi demografi merupakan salah satu proses perubahan
dari tingkat kelahiran dan kematian yang tinggi hingga menjadi tingkat
kelahiran dan kematian yang rendah diikuti dengan kondisi perkembangan
penduduk. (Aris Ananta ; 20). Perubahan penduduk secara implisif menyatakan
pertambahan atau penurunan jumlah penduduk secara parsial maupun keseluruhan
sebagai akibat perubahan komponen utama perubahan penduduk, Yaitu kelahiran,
kematian dan migrasi.
Dalam Transisi Demografi
menurut Bogue (1965) tahap transisi sebagai berikut :
1.
Pratransisi (Pre- Transitional)
Ditunjukkan
dengan tingkat fertilitas dan mortalitas yang tinggi.
2.
Tahap Transisi (Transitional)
Ditunjukkan dengan tingkat fertilitas tinggi dan tingkat
mortalitas rendah.
3.
Tahap Pasca Transisi (Past Transitional)
Dinyatakan dengan
tingkat fertilitas dan mortalitas sudah rendah. (Michael P. Todaro –
Burhanuddin Abdullah ; 207 ).
b. Teori Transisi Demografi
Teori
transisi demografi melukiskan peralihan tingkat pertumbuhan penduduk dari
tingkat yang tinggi menuju tingkat yang rendah yang dimekanisasikan melalui
tiga tahapan.
Pada
tahap pertama, baik tingkat fertilitas maupun tingkat mortalitas sama-sama
tinggi, sehingga pertumbuhan berada pada tingkat yang tinggi dan berlangsung
lama. Tingkat kematian yang tinggi dianggap sebagai ssuatu yang tidak dapat
dihindarkan karena pada saat itu belum ada sanitasi, transportasi dan
pengobatan moderen. Dengan tingkat kematian yang tinggi dianggap sebagai
sesuatu yang tidak memaksa masyarakat untuk menganut nilai-nilai sosial budaya
yang mendukung adanya tingkat kelahiran yang tinggi sebagai imbangan supaya
dapat mempertahankan keturunan.
Pada
tahap kedua, tingkat kematian sudah mulai menurun sebagai akibat dari proses
pembangunan ekonomi dan mulai meningkatnya taraf hidup. Tetapi pada tahap ini
tingkat kelahiran masih tinggi (meskipun sudah ada kecenderungan untuk turun,
tetapi tingkat penurunannya masih lebih rendah dibanding dengan penurunan
tingkat kematian). Hal ini disebabkan nilai budaya pada waktu itu yang
mendukung tingkat kelahiran yang tinggi sudah terlanjur membudaya dan melembaga
sebagai suatu kepercayaan, sikap dan nilai tersebut lamban dan tergolong sulit
untuk berubah. Pada tahap kedua inipun masih diwarnai oleh tingkat pertumbuhan
penduduk yang masih tinggi sebagai interaksi antara tingkat kelahiran yang
tinggi dengan tingkat kematian yang cukup rendah.
Pada
tahap ketiga, individu-individu secara sadar sudah mulai mengendalikan tingkat
kelahiran. Pengendalian secara sadar inilah yang menjadi ciri pokok dari tahap
transisi akhir transisi demografi tersebut. Selama tahap ini berlangsung tingkat
kelahiran terus turun secara perlahan-lahan menuju tingkat keseimbangan dan
tingkat kematian yang sudah rendah. Pada tahap pasca transisi dicirikan oleh
tingkat kelahiran dan tingkat kematian yang sama-sama rendah, hampir semua
mesyarakat mengetahui cara-cara pemakaian alat kontrasepsi. Tingkat kelahiran
dan kematian mendekati keseimbangan, pertumbuhan penduduk amat brendah dalam
jangka waktu yang panjang. Menurut Ida Bagus Mantra (26;1993) “ Bahwa suatu
tingkat ekonomi tertentu harus dicapai terlebih dahulu sebelum terjadinya penurunan tingkat elahiran
dan disusul dengan tingkat kematian “.
Ada lima tahap dari Transisi Demografi :
1.
Masyarakat Tradisional, dimana tingkat
fertilitas dan tingkat mortalitas sama-sama tinggi, sehingga pertumbuhan
penduduk rendah.
2.
Permulaan Transisi Demografi, dimana
tingkat fertilitas tetap bahkan cenderung naik dan tingkat mortalitas sudah
mulai menurun. Hal ini mengakibatkan tingkat pertumbuhan penduduk meningkat.
3.
Akhir Transisi Demografi, dimana tingkat fertilitas dan mortalitas
menurun sehingga tingkat pertumbuhan penduduk menurun.
4.
Masyarakat Modern, dimana tingkat fertilitas dan mortalitas
sama-sama rendah sehingga tingkat pertumbuhan penduduk rendah.
5.
Masyarakat Super Modern dimasa mendatang, dimana tingkat
kelahiran sudah benar-benar dapat dikontrol, dan tingkat kematian rendah dan
stabil.
(Teori
dan Metodologi Studi Kependudukan Pusat
antar Universitas Gajah Mada Yogyakarta ; Desember 1992 ).
Proses pertahapan transisi demografi digambarkan dalam
bentuk sebagai berikut :
I
|
II
|
III
|
Keterangan :
|
AM
|
|
AL : Angka Kelahiran
AM : Angka Kematian
|
Sumber : Chester
Bland and D.E Lee (1976. 8)
II.C. PENGERTIAN PANGAN DAN GIZI
Pangan dan
gizi merupakan unsure yang sangat penting dalam menghasilkan Sumber Daya
Manusia (SDM) yang berkualitas, karena pangan selain memiliki arti biologis
(untuk mempertahankan hidup) juga mempunyai arti ekonomis. Implikasinya adalah
bahwa penyediaan, distribusi dan konsumsi pangan dengan jumlah, keamanan, dan
mutu gizi yang memadai harus benar-benar terjamin, sehingga dapat memenuhi
kebutuhan seluruh lapisan masyarakat sesuai dengan pola makan dan terpenuhinya
kondisi hidup yang sehat.
Produksi pangan
|
Status Gizi Individu
|
Pemilihan Pangan
|
Ketersediaan Pangan
|
Konsumsi Pangan
|
Distribusi Pangan
|
6 Kepentingan pangan, gizi dan makanan :
1.
Makanan
/ gizi dibutuhkan manusia untuk hidup dan merupakan salah sau kebutuhan dasar
manusia
2.
Dalam
proses konsumsi pangan & gizi, manusia dihadapkan pada pilihan (alternatif)
pembelian dan penggunaan karena pendapatan yang terbatas, pangan yang beragam
dan nilai gizi yang berbeda antarjenis pangan
3.
Ketersediaan
pangan & gizi terbatas
4.
Gizi
dalam satuan zat gizi (kalori/energy/protein) dapat dijadikan ukuran /
indicator dari keberhasilan pembangunan, pemerataan pendapatan dan kemiskinan
5.
Gizi
dapat mempengaruhi produktifitas kerja, prestasi kerja dan pendapatan
6.
Tindakan
merumuskan kebijakan pangan dan gizi.
II.D. TRANSISI DEMOGRAFI DAN PENGARUHNYA TERHADAP
GIZI/PANGAN
Dari
penjelasan pada sub sub sebelumnya diatas dapat di tarik fakta pengaruh
transisi demografi terhadap gizi/pangan. Melalui tahapan-tahapan transisi demografi dapat
mempengaruhi gizi dan pangan. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
Pada
tahap pertama, baik tingkat fertilitas maupun tingkat mortalitas sama-sama
tinggi, sehingga pertumbuhan berada pada tingkat yang tinggi dan berlangsung
lama. Tingkat kematian yang tinggi dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat
dihindarkan karena pada saat itu belum ada sanitasi, transportasi dan
pengobatan moderen. Pada tahap ini, mortalitas dan fertilitas seimbang sehingga
pertumbuhan penuduk yang tinggi diimbangi dengan angka kematian yang tinggi
pula. Pada keadaan seperti ini, kebutuhan pangan akan terpenuhi, karena pada
tahap ini jumlah pangan yang tersedia masih cukup untuk memenuhi kebutuhan
penduduk. Namun status gizi belum tentu baik, karena pada saat itu belum ada
yang namanya sanitasi, transportasi dan pengobatan modern, semuanya masih dalam
keadaan tradisional. Pangan tercukupi namun belum tentu memenuhi kebutuhan gizi
penduduk karena kurangnya pengetahuan.
Pada
tahap kedua, tingkat kematian sudah mulai menurun sebagai akibat dari proses
pembangunan ekonomi dan mulai meningkatnya taraf hidup. Tetapi pada tahap ini
tingkat kelahiran masih tinggi (meskipun sudah ada kecenderungan untuk turun,
tetapi tingkat penurunannya masih lebih rendah dibanding dengan penurunan
tingkat kematian). Hal ini disebabkan nilai budaya pada waktu itu yang
mendukung tingkat kelahiran yang tinggi sudah terlanjur membudaya dan melembaga
sebagai suatu kepercayaan, sikap dan nilai tersebut lamban dan tergolong sulit
untuk berubah. Pada tahap kedua inipun masih diwarnai oleh tingkat pertumbuhan
penduduk yang masih tinggi sebagai interaksi antara tingkat kelahiran yang
tinggi dengan tingkat kematian yang cukup rendah. Pada tahap ini, ketersediaan
pangan sudah mulai berkurang. Dengan bertambahnya jumlah penduduk yang disertai
tingkat keatian yang cukup rendah berarti pada saat tersebut semakin banyak
penduduk yang hidup dan memerlukan makanan untuk mempertahankan hidupnya,
sementara lahan sudah habis untuk sebagai tempat tinggal. Maka akan terjadi
kelaparan sehingga berdampak pada status gizi penduduk yang kurang baik karena
tidak terpenuhinya kebutuhan gizi mereka.
Pada tahap ketiga, individu-individu
secara sadar sudah mulai mengendalikan tingkat kelahiran. Pengendalian secara
sadar inilah yang menjadi ciri pokok dari tahap transisi akhir transisi
demografi tersebut. Selama tahap ini berlangsung tingkat kelahiran terus turun
secara perlahan-lahan menuju tingkat keseimbangan dan tingkat kematian yang
sudah rendah. Pada tahap pasca transisi dicirikan oleh tingkat kelahiran dan
tingkat kematian yang sama-sama rendah, hampir semua mesyarakat mengetahui
cara-cara pemakaian alat kontrasepsi. Tingkat kelahiran dan kematian mendekati
keseimbangan, pertumbuhan penduduk amat rendah dalam jangka waktu yang panjang. Pada tahap ini, ketersediaan pangan maupun gizi
penduduk akan terpenuhi, karena pertumbuhan maupun angka kematian sudah rendah.
Selain itu, pengetahuan penduduk sudah
mulai meningkat. Dan otomatis keadaan penduduk tersebut akan makmur.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
III.1. Kesimpulan
Dari
penjelasan pada sub sub sebelumnya diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa pengaruh transisi demografi terhadap
gizi/pangan di ukur melalui tahapan-tahapan transisi demografi dapat
mempengaruhi gizi dan pangan. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
Pada
tahap pertama, baik tingkat fertilitas maupun tingkat mortalitas sama-sama
tinggi, sehingga pertumbuhan berada pada tingkat yang tinggi dan berlangsung
lama. Tingkat kematian yang tinggi dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat
dihindarkan karena pada saat itu belum ada sanitasi, transportasi dan
pengobatan moderen. Pada tahap ini, mortalitas dan fertilitas seimbang sehingga
pertumbuhan penuduk yang tinggi diimbangi dengan angka kematian yang tinggi
pula. Pada keadaan seperti ini, kebutuhan pangan akan terpenuhi, karena pada
tahap ini jumlah pangan yang tersedia masih cukup untuk memenuhi kebutuhan
penduduk. Namun status gizi belum tentu baik, karena pada saat itu belum ada
yang namanya sanitasi, transportasi dan pengobatan modern, semuanya masih dalam
keadaan tradisional. Pangan tercukupi namun belum tentu memenuhi kebutuhan gizi
penduduk karena kurangnya pengetahuan.
Pada
tahap kedua, tingkat kematian sudah mulai menurun sebagai akibat dari proses
pembangunan ekonomi dan mulai meningkatnya taraf hidup. Tetapi pada tahap ini
tingkat kelahiran masih tinggi (meskipun sudah ada kecenderungan untuk turun,
tetapi tingkat penurunannya masih lebih rendah dibanding dengan penurunan
tingkat kematian). Hal ini disebabkan nilai budaya pada waktu itu yang
mendukung tingkat kelahiran yang tinggi sudah terlanjur membudaya dan melembaga
sebagai suatu kepercayaan, sikap dan nilai tersebut lamban dan tergolong sulit
untuk berubah. Pada tahap kedua inipun masih diwarnai oleh tingkat pertumbuhan
penduduk yang masih tinggi sebagai interaksi antara tingkat kelahiran yang
tinggi dengan tingkat kematian yang cukup rendah. Pada tahap ini, ketersediaan
pangan sudah mulai berkurang. Dengan bertambahnya jumlah penduduk yang disertai
tingkat keatian yang cukup rendah berarti pada saat tersebut semakin banyak
penduduk yang hidup dan memerlukan makanan untuk mempertahankan hidupnya,
sementara lahan sudah habis untuk sebagai tempat tinggal. Maka akan terjadi
kelaparan sehingga berdampak pada status gizi penduduk yang kurang baik karena
tidak terpenuhinya kebutuhan gizi mereka.
Pada tahap ketiga, individu-individu
secara sadar sudah mulai mengendalikan tingkat kelahiran. Pengendalian secara
sadar inilah yang menjadi ciri pokok dari tahap transisi akhir transisi
demografi tersebut. Selama tahap ini berlangsung tingkat kelahiran terus turun
secara perlahan-lahan menuju tingkat keseimbangan dan tingkat kematian yang
sudah rendah. Pada tahap pasca transisi dicirikan oleh tingkat kelahiran dan
tingkat kematian yang sama-sama rendah, hampir semua mesyarakat mengetahui
cara-cara pemakaian alat kontrasepsi. Tingkat kelahiran dan kematian mendekati
keseimbangan, pertumbuhan penduduk amat rendah dalam jangka waktu yang panjang. Pada tahap ini, ketersediaan pangan maupun gizi
penduduk akan terpenuhi, karena pertumbuhan maupun angka kematian sudah rendah.
Selain itu, pengetahuan penduduk sudah
mulai meningkat. Dan otomatis keadaan penduduk tersebut akan makmur.
III.2. Penutup
Demikian
makalah ini saya
buat dengan sebenar-benarnya. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan dan penyampaian makalah ini. Saya mengharapkan kritik dan saran demi
lebih sempurnanya makalah ini. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Robert. 1989. Evaluasi Gizi Dan Bahan Pangan. Institut Teknologi Bandung.
Bandung
Soeparno. 1992. Ilmu Dan Teknologi Pangan. Gadjah Mada
University. Yogyakarta.
Winarno. 1982. Pengantar Ilmu Ekonomi Pangan &
Gizi. Pustaka Media. Yogyakarta
hahahahahaha Blog apaan ini ?
BalasHapus